Monday, April 22, 2013

Makalah Tentang Aliran Maturidiyah Samarkand

 BAB I
PENDAHULUAN
stain
Maturidiyah merupakan salah satu sekte Ahlussunnah wal jama’ah yang tumbuh hampir bersamaan degan Asy’ariyah. Sebagaimana Asy’ariyah, maturidiyah ini juga timbul sebagai reaksi atas aliran Mu’tazilah. Hanya saja, Al-Maturidi adalah pengikut Abu Hanifah yang banyak menggunakan rasio dalam keagamaan,
sehingga dalam bidang teologipun, al-Maturidi banyak menggunakan akal. Hal ini membuat Maturidiyah mempunyai bebrapa perbedaan pandangan dengan Asy’ariyah.
Salah satu pengikut penting al-Maturidiyah adalah Abu Al-Yusr Muhammad Al-Bazdawi. Ia mengetahui ajaran-ajaran Al-Maturidi dari orang tuanya. Seperti Al-Baqilani dan Al-Juwaini, Al-Bazdawi tidak pula selamanya sepaham dengan al-Maturidi dari orang tuanya. Seperti Al-baqilani dan Al-juwaini, al-Bazdawi tidak pula selamanya sepaham dengan Al-Maturidi. Antara kedua pemuka aliran Maturidiyah ini terdapat perbedaan paham sehingga boleh dikatakan bahwa dalam aliran Maturidiyah terdapat pula dua golongan: golongan samarkand, yaitu pengikut-pengikut Al-Maturidi sendiri, dan golongan Bukhara yaitu pengikut-pengikut Al-Bazdawi.
BAB II
PEMBAHASAN
  1. Pendiri Maturidiyah Samarkand
Maturidiyah Samarkand didirikan oleh Abu Mansur Muhammad bin Muhammad bin Mahmud al-Hanafi al-Mutakal’im al-Maturidi al-Samarkandi. Ia lahir sekitar tahun 859 M di maturid dekat samarkand wilayah Transoxiana Asia Tengah (sekarang termasuk wilayah Uzbekistan Uni sovet) dan meninggal pada tahun 944 M. Oleh penulis, al-Maturidi dinyatakan sebagai keturunan dari Abu Ayyub al-Anshari, seorang sahabat Rasul di madinah. Pendapat ini di perkuat oleh fakta bahwa sebagian kaum kerabat al-maturidi yang tinggal di samarkand adalah orang-orang yang berasal dari Arab Madinah.
Al-maturidi adalah pengikut abu hanifah yang menggunakan rasio dala pandangan-pandangan keagamaan. Meskipun al-maturidi tampil sebagai penentang ajaran-ajaran yang dikembangkan oleh muktazilah, pemikiran-pemikiran yang di bawa kancah perdebatan sebagai yang dituntut oleh suasana zamannya.
Abu hanifah meninggalkan beberapa risalah dalam bidang teologi. Diantara risalah tersebut adalah al-fiqh, al-akbar, al-fiqh al absath, risalah abu hanifah kepada ustman al-batti. Dari risalah ini dapat digali pendapat abu hanifah yang original mengenai segala pembicaraan yang berkisar pada sifat-sifat Tuhan dan hakikat keimanan, apakah mengetahui Allah wajib menurut akal ataukah menurut syara’ , apakah penilaian baik atau buruk suatu perbuatan didasarkan atas substansinya, apakah perbuatan manusia dan kadar keterkaitannya dengan daya hamba tidak bertentangan dengan kekuasaan Allah terhadap semua makhluk –Nya, mengenai qada dan qodar dan lain sebagainya.
Dari komparasi ilmiah antara beberapa pendapat yang ditinggalkan abu hanifah dengan pandangan-pandangan al-maturidi jelas bahwa dalam sejumlah pokok pendapat mereka terdapat persamaan. Karena itu ulama menetapkan bahwa pendapat-pendapat abu hanifah dalam bidang aqidah merupakan akar yang menjadi landasan perkembangan pemikiran al-maturidi.
2. Pandangan Teologi Maturidiyah Samarkand
  1. Fungsi akal dan wahyu
Menurut al-Maturidi, akal dapat mengetahui tiga persoalan pokok, yaitu..
  1. Mengetahui Tuhan
  2. Mengetahui kewajiban berterimakasih kepada Tuhan
  3. Mengetahui baik dan buruk
Menurut Al-Maturidi, kewajiban mengetahui Tuhan itu bisa ditemukan berdasarkan penalaran akal.
Mengenai perbuatan baik dan buruk, menurut al-Maturidi dapat diketahui oleh akal berdasarkan substansinya. Akal dapat mengetahui sifat baik yang terdapat dalam yang baik dan sifat buruk yang terdapat dalam hal yang buruk. Bersikap adil dan lurus memandang mulia terhadap orang yang bersikap tidak adil dan tidak lurus.
Namun, meskipun dapat mengetahui perbuatan yang baik dan perbuatan yang buruk, akal tidak dapat mengetahui kewajiban untuk mengerjakan yang baik dan meninggalkan yang buruk. Dalam hal ini al-Maturidi sependapat dengan imam Abu Hanifah bahwa sekalipun akal dapat menjangkau baik dan buruk. Namun akal tidak dapat memnentukan taklif kecuali dari Allah pembuat syari’at yang Maha bijaksana. Akal menurutnya sama sekali tidak mungkin secara mandiri dapat menemukan taklif keagamaan karena memutuskan hal ini hanya Allah.
Karena akal tidak dapat mengetahui kewajiban menjalankan yang baik dan menjauhi yang buruk, maka manusia memerlukan bimbingan dari Tuhan yang disebut wahyu. Fungsi wahyu menurut aliran ini adalah yang meletakkan sendi-sendi kewajiban manusia.
Selain fungsi untuk meletakkan sendi-sendi kewajiban al-maturidi berfungsi untuk menjaga manusia dari kesesatan. Al-maturidi mengakui bahwa akal merupakan salah satu sumber ma’rifah yang di khawatirkan membawa kesesatan. Namun kekhawatirannya itu tidak membuatnya melarang penalaran dan sebagaimana yang dilakukan oleh golongan muhaddistin dan fuqoha. Bahkan ia mendorongnya untuk bersikap hati-hati dan berusaha menjaga diri dari kesesatan dengan bersandarkan pada dalil naqli, disamping dalili aqli al-Maturidi mengatakan bahwa barang siapa mengingkari hal itu (maksudnya sikap hati-hati dengan bersandar pada dalil naqli ) dan bermaksud untuk mencapai apa saja yang tertutup bagi akal pikiran serta meliputi seluruh hikmah ketuhanan dengan akalnya yang tidak sempurna dan tidak terbatas, tanpa berdasarkan petunjuk dari Rasul maka sebenarnya ia mendlalimi akal dan membebaninya dengan suatu beban yang diluar kesanggupannya.
  1. Sifat Tuhan
Al-Maturidi tidak setuju dengan paham muktazilah yang mengatakan bahwa Tuhan tidak bersifat dalam arti, sifat yang berdiri di luar zat-Nya menurut al-Maturidi mengatakan bahwa Tuhan mempunyai sifat-sfat Tuhan menurut al-Maturidi mengetahui dengan pengetahuanNya.
Sehubungan dengan masalah tajassum, al-Maturidi tidak mempercayai adanya “anggota tubuh” pada Tuhan. Dalam al-Qur’an memang terdapat kata-kata seperti wajah Allah, yad Allah, ain Allah. Menurut al-Maturidi, kata-kata itu bermakna kekuasaan Allah karena Allah tidak mungkin mempunyai badan meskipun dalam arti yang tidak sama dengan makhluk.
3. Melihat Allah
Meskipun Al-maturidi tidak mempercayai adanya tajassum, namun ia mempercayai bahwa Allah bisa di lihat nanti di akhirat. Pandagannya ini di dasarkan pada surat al-Qiyamah ayat 22-23:
وجو ه يو مئذ نّا ضرة , الى ربّها نا ظزة
Artinya : wajah-wajah (orang mukmin ) pada hari itu berseri-seri kepada Tuhannya mereka melihat.
4. Keqadiman Alquran
Al-maturidi berpendapat bahwa kalam Allah atau Alqur’an adalah kekal. Al-qur’an kata al-Maturidi, adalah sifat kekal dari Tuhan, satu, tidak berbagi tidak berbahasa, tapi di ucapkan manusia dalam ekspresi berlainan.
Lebih lanjut, Al-maturidi membagi Al-qur’an dalam dua bentuk. Pertama: kalam Nafsi, yaitu kalam yang ada pada zat Allah dan bersifat Qadim (dahulu), bukan dalam bentuk huruf atauu suara. Kalam ini menjadi sifat Allah sejak dahulu. Kedua: kalam yang terdiri dari huruf dan suara, yang disebut mushaf (kumpulan lembaran).
5. Perbuatan dan kehendak Manusia
Bagi golongan maturidiyah perbuatan manusia adalah ciptaan Tuhan. Dalam hubungan ini al-Maturidi, sebagai pengikut Abu hanifah menyebut dua perbuatan, yaitu perbuatan Tuhan dan perbuatan manusia. perbuatan Tuhan mengambiil bentuk penciptaan daya dalam diri manusia dan pemakaian daya itu sendiri merupakan perbuatan manusia adalah perbuatan manusia dalam arti sebenarnya dan bukan dalam arti kiasan.
6. Janji dan ancaman
Menurut al-maturidi, Allah wajib menepati janji-janji dan ancaman-ancamannya, karena jika tidak dilakukannya akan bertentangan kebebasan memilih yang ada pada menusia. Dalam hal ini, Al-maturidi mempunyai pandangan yang sama dengan mu’tazilah yaitu bahwa upah dan hukuman Tuhan tak boleh tidak mesti terjadi kelak sesuai amal perbuatan manusia.
7. Kekuasaan dan kehendak mutlak
Menurut Al-maturidi adalah terbatas oleh kebebasan manusia yang diberikan Tuhan atas kemauannya sendiri sehubungan dengan akal yang ada pada manusia. dalam diri manusia itu diciptakan pula oleh Tuhan suatu potensi (daya) yang dapat dipergunakan oleh manusia untuk berbuat baik atau buruk.
Oleh karena itu, kekuasaan dan kehendak Tuhan sudah tidak absolute lagi. Namun yang menentukan batasan-batasan itu bukanlah zat selain Tuhan, karena diatas Tuhan tidak ada suatu zatpun yang lebih berkuasa. Tuhan adalah diatas segala-galanya. Batasan-batasan itu ditentukan oleh Tuhan sendiri dan dengan kemauannya sendiri pula.
8. Keadilan Tuhan
Al-maturidi menekankan bahwa kemerdekaan dan kemauan ada pada manusia dan bahwa Allah tidak sewenang-wenang menjatuhkan hubungan melainkan berdasarkan kemerdekaan yang diberikan Allah kepada manusia untuk berbuat baik atau jahat. Karena Al-maturidi menganut kebebasan berkehendak dan berbuat, serta adanya batasan bagi kekuasaan mutlak Tuhan, dalam hal ini mempunyai posisi yang lebih dekat kepada kaum muktazilah daripada kaum Asy’ariyah. Dengan kata lain, Tuhan dikatakan adil apabila Tuhan menepati janji-janji dan ancaman-ancamannya, yaitu akan memberi pahala kepada orang yang berbuat baik dan memberi balasan siksa kepada orang yang berbuat jahat.
9. Perbuatan Tuhan
Al-maturidi berpendapat bahwa Allah Maha Suci. Segala perbuatannya senantiasa sesuai dengan kebijaksanaannya dan karena Dia Maha bijiksana serta maha mengetahui sebagaimana dia telah mensifatinya.
DAFTAR PUSTAKA
Nasution, Harun. Teologi islam. (UI: salemba). 1986
Rosihun, Anwar. Ilmu kalam. (Bandung: Pustaka Setia). 2003

Ditulis Oleh : Unknown ~ Komunitas Blogger Pekalongan

Hasan Ali Sobat sedang membaca artikel tentang Makalah Tentang Aliran Maturidiyah Samarkand. Karena Adminnya Baik hati dan tidak sombong, Sobat diperbolehkan mengcopy paste atau menyebar-luaskan artikel ini, namun jangan lupa untuk meletakkan link dibawah ini sebagai sumbernya

:: Get this widget ! ::

0 Comments
Tweets

0 comments:

Next Prev Home